Akhirnya SIM-SIMku hidup lagi!

Sebenarnya sudah lumayan lama SIM A & C saya mati, tetapi baru pagi ini saya bisa perpanjang. Masalahnya sih bukan saya sibuk atau ada halangan, tetapi murni karena saya malas. Setelah minggu lalu saya menyetir mobil sendiri, barulah saya ada niat untuk memperpanjang SIM saya yang sudah mati selama hampir 1 tahun.

Jam 9 lebih, saya berangkat dari rumah diantar oleh sopir saya (ke kantor polisi yang di deket Mirota Batik itu lho.. kalo Kodya kan ngurusnya disana, tapi aku ga tau namanya, lol), sebut saja Pak Pardjo. Disana, Pak Pardjo malah ketemu teman-teman polisinya. Akhirnya, tidak hanya mengantar saya, dia juga sempat "arisan" dengan teman-temannya. Kalau orang-orang tidak kenal dan tidak tahu, pastilah orang-orang tersebut mengira Pak Pardjo itu calo. Seperti saat tes kesehatan, Pak Pardjo sempat ditanya seorang ibu yang sudah membayar untuk tes kesehatan, berapa tarif untuk tes kesehatan. Ibu ini membayar RP51.000,- dengan rincian tes kesehatan sebesar Rp20.000,- dan asuransi sebesar Rp31.000,-. Kasihan, karena tidak tahu (kalau asuransi itu tidak wajib), ia jadi merogoh kocek lebih dalam.

Saya hanya membayar Rp40.000,- untuk dua lembar surat keterangan sehat untuk perpanjangan SIM A & C. Saya tidak tahu dengan pasti berapa harga resmi untuk tes kesehatan. karena di web Polda juga tidak dicantumkan. Kalau tidak salah harga resminya antara 10 s/d 15 ribu rupiah saja. Tetapi, pak polisi yang temannya sopir saya itu juga bilang kalau harga untuk tes kesehatan adalah Rp20.000,-. Yo wes manut wae...

Proses mengantri saya bilang sangat cepat, kecuali pada saat antri photo. Itupun menurut saya normal-normal saja. Memang terlihat beberapa orang calo disana, tetapi mereka tidak sampai mengganggu proses perpanjangan atau pembuatan SIM-SIM kami yang tidak memakai jasa calo.

Rincian biaya perpanjangan SIM saya hari ini:
* Rp1.000,- u/ Fotocopy SIM A lama + KTP & SIM C lama + KTP @2x (total 4x)
* Rp40.000,- u/ tes keterangan sehat (2 lbr u/ SIM A & C)
* Rp120.000,- u/ administrasi (formulir) SIM A & C (@Rp60.000,-)
* Rp1.500,- u/ bolpoin (lupa nggak bawa bolpoin)
* Rp5.000,- u/ plastik wadah SIM
total pengeluaran untuk perpanjangan SIM A & C hari ini adalah Rp167.500,-

Total alokasi waktu yang saya gunakan untuk memperpanjang SIM juga tidak terlalu banyak. Kurang dari dua jam saja saya meninggalkan rumah.

Akhir kata, saya cukup puas dengan proses dan hasil perpanjangan SIM A & C saya hari ini. Semoga ke depannya Indonesia semakin baik.

Telepon Nyasar: "Saya ini dari pihak bank lho..."

Pagi ini, sekitar Pk 9:30, saya menerima telepon dari seseorang yang mencari Bp. Gunawan blablabla (kurang jelas si ibu ngomong apa). Katanya, ibu ini menelepon sebagai perwakilan dari bank (nama bank tidak diketahui karena tidak disebutkan oleh penelepon).

Dari pertama saya mengangkat telepon, sudah terdengar nada yang agak meninggi dari pihak penelepon. Bunyi percakapannya kira-kira seperti ini...

"Halo.."
"Bisa bicara dgn Bp. Gunawan xxx?"
"Maaf, Ibu salah sambung." jawab saya kalem
"Nggak mungkin, ini nomornya Bp. Gunawan kan?" kata si ibu dengan nada tingginya..
"Ibu mau menghubungi nomor berapa?"
"nomornya 081128xxxx" si Ibu bacain nomor hape Pak G dengan sangat jelas.
"Ibu benar, itu nomor saya, tapi bukan nomor Pak G. Saya nggak kenal Pak G." jawab saya masih datar-datar saja..
"Nggak mungkin, Bu! Dari dulu nomornya Pak G ya ini. Saya ini dari pihak bank lho."

Dalam hati saya pikir ibu ini ngotot bener... dan karena si ibu bilang dia dari pihak bank, maka saya pikir dia dari bagian perkreditan. Bahaya juga nih kalau nomor saya tercantum sebagai nomor orang lain yang ambil kredit di sebuah bank. Apalagi kalau sampai orangnya menghilang. Bisa-bisa saya yang diteror (walau saya nggak tahu apa-apa). Pokokny saya slalu jawab dengan kalem, penasaran juga mau dibawa kemana percakapan ini..

Percakapanpun berlanjut...
"Saya sudah pakai nomor ini selama tujuh tahun, jadi nggak mungkin kalau nomor ini punya orang lain, Bu."
"Dari dulu ini juga nomor Pak G!
"Sudah dari dulu, Bu. Sudah tujuh tahun lebih kok saya pakai nomor ini."
"Memang sejak kapan Ibu pakai nomor ini?"
"Sejak saya SMA, Bu"
"Tapi ini disini nomor ini tertera nomor Pak G, Mbak!" *eh, ibu manggil saya 'Mbak'*
"Ya sudah, Ibu cek saja nomor ini di Telkomsel"
"Masa sih, dari dulu juga ini nomor Pak G!"
"Langsung tanya ke Telkomsel saja, Bu. Nanti Ibu juga tahu."
"Halo!.. Halo!.. kok nggak jelas ya?"
"Ya? Halo??"
"Halo!??.....
Tut.. Tut.. Tut.."
teleponnya dimatikan.

Yah, ternyata tidak ada konfirmasi ataupun permintaan maaf simpel yang menyatakan bahwa si Ibu ini memang salah sambung. Kesan saya, si Ibu yang menurut saya tukang kredit ini kabur begitu saja setelah sadar kalau memang benar bukan saya yang dicari.

Kalau tidak salah, 2 atau 3 tahun yang lalu, saya juga pernah beberapa kali ditelepon dari pihak kreditor bank yang mencari Bp G ini. Tahun lalu jelas saja saya tidak mendapat telepon aneh ini karena saya hanya mengaktifkan nomor saya kurang dari 10 kali dalam setahun. Itu saja hanya dalam waktu singkat karena saya bersekolah di Shanghai dan memakai nomor lokal Shanghai, walau nomor Telkomsel saya ini tidak dimatikan dan abonemennya tetap dibayar oleh Ibu saya tiap bulannya.

Karena telepon ini, saya jadi berpikir. Lain kali lebih hati-hati dalam menyimpan dan memusnahkan barang penting. KTP, kartu kredit, paspor, SIM, dan kartu idenditas lainnya, baik yang masih berlaku maupun yang sudah tidak berlaku harus disimpan dengan baik. Kalau mau dibuang, jangan dibuang begitu saja. Paling tidak, kartu-kartu tersebut digunting-gunting; dan pastikan kartu-kartu tsb tidak bisa dpakai lagi atau digandakan (dipalsukan).

It feels like I've neglected my blog for three months!

Baru sadar, ternyata sudah tiga bulan saya tidak menjamah dan menulis di blog ini. Apa karena sibuk? Sepertinya tidak. sok sibuk sih iya.. Atau karena tidak ada bahan sama sekali? ide dan bahan tulisan sebenarnya berlimpah. Nah, apanya yang salah? My imaginary friend nyeletuk... "Itu mah kamunya aja yang males.."

Kalo dipikir-pikir lagi, y memang aku yang malas. "Teman" saya nyeletuk lagi "ke mane aje lu?"

Semoga setelah yang satu ini, saya bisa lebih produktif dalam menulis. In the future, I'll write in any language I like to use in the moment. I might be writing in Indonesian, English, Javanese, Chinese, or even in "squeak and bubble" style. Nasi campur babi maksudnya, benar-benar campur aduk. Biar nggak bosan, kan saya orangnya gampang bosan...

Penerbangan Gokil

Flight CGK-JOG hari ini benar-benar luar biasa. Mulai dari amburadulnya tempat duduk, turbulence yang lumayan kencang, sampai cekikikannya mbak-mbak pramugari yang buat saya amat sangat tidak penting sekali.

Singkat cerita, hari ini saya, ayah, dan beberapa temannya pulang ke Jogja. Saya sih sudah di Jakarta dari Senin minggu lalu. Beberapa teman ayah saya datang kemarin pagi, katanya sih mereka ngurusin duit Century (supaya duitnya bisa dicairkan maksudnya). Lain lagi dengan ayah saya dan seorang temannya yang baru saja datang sekitar jam 10 pagi tadi dan langsung terbang ke Jogja lagi jam tujuh tadi. Kami semua naik Lion Air dengan harga tiket Rp269.000,-/orang.

Jam 5 kurang 5 menit kami tiba di airport (minus rombongan yg ngurusin Century). Karena bapak-bapak dan seorang temannya (tante) masih ngobrol seru, akhirnya saya yang masuk ke dalam untuk check-in (buat 3 orang). Soalnya si tante nggak bisa ikut masuk ke dalam, kan nggak punya tiket, lha wong si tante cuman nganter, gituuuu. Berhubung nggak nemuin lounge di area terminal satu itu, akhirnya mereka nongkrong di salah satu restoran bandara. Setelah check-in, saya langsung bergabung dengan mereka. But i could only stay there for less than 10 minutes! Ada bapak-bapak di meja sebelah ngerokok. Mau menegur saya kok ga sampai hati, soalnya restorannya memang menyediakan asbak. Jadilah saya yang mengalah keluar, minta ijin ke bokap dengan dalih jalan-jalan (toh si oom dan tante lagi sibuk merapatkan something important). Saya yang kelaparan akhirnya makan cheese burger di A&W. Lagi-lagi disitu ada yang merokok. Tapi yang ini asapnya nggak kena muka saya, jadi nggak apa-apa.

Di tiket pesawat tertera boarding jam 18:30. Jam enam dua puluh saya sudah mengingatkan teman ayah saya yang masih asik berkutat dengan laptopnya. Alhasil jam 6:30 kami baru masuk ke dalam gedung, x-ray check, bayar airport tax, naik ke lantai dua (untung ada escalator), kemudian ke boarding room. Sebelum sampai boarding room, kami masih harus melewati another X-ray check. Setelah itu kami menuju gate A5 untuk naik pesawat Lion itu. Seperti yang kami duga, boarding room sudah kosong alias orang-orang udah pada naik! Ternyata pesawat nggak parkir di sebelah trunk yang sudah ada. Singanya lupa bayar sewa kali ya.. Dari lantai dua itu kami harus turun menggunakan tangga, tengok kanan-kiri mencari pesawat mana yang harus kami tumpangi, kemudian naik lagi *lewat tangga lagi* untuk masuk ke dalam kabin pesawat.

Anehnya, ketika kami masuk kabin pesawat, mbak-mbak pramugarinya bilang "duduknya bebas". Sejak kapan naik Lion duduknya rebutan seperti naik angkot? Terserah, seakan naik Kopaja? Karena kami terlambat maka kami tidak bisa duduk sebaris. Saya yang masuk ke dalam pesawat terlebih dahulu langsung duduk di seat nomor 37. Soalnya daripada saya nggak dapat jendela dan harus terjepit di tengah, mendingan dapet aisle. Padahal kalau sesuai dengan nomor, saya duduk di kursi 9F. Jauh banget kan, dari 9F jadi 37C. Pas saya tanya sama si mbak pramugari, jawabannya simple abis, katanya sistemnya kacau, ada beberapa orang yang tidak dapat seat number, jadi sekalian dibebasin. Enak banget deh jawabnya. Yang beruntung adalah 2 tante dan 1 oom yang ngurusin duit Century. They took the business class seats! How nice.. *envy* Ada lagi yang bikin agak nyesel. Ada bule cowo masih muda yg lumayan cute duduk di window seat, sebelahnya kosong, tapi di aisle seat sudah terisi. Bisa-bisanya saya nggak duduk disitu. Duh!

Yang ga biasa lagi buat saya, Pocari Sweat saya lolos begitu saja Alhasil saya bisa minum minuman yang berasal dari Jepang itu dengan leluasa di dalam pesawat. Padahal ibu yang duduk di depan saya yang pengen minum Aqua harus merelakan sepuluh ribu rupiah demi sebotol kecil air mineral itu.

Jam tujuh tepat pesawat take-off. Dalam hati sih tumben si Singa Terbang kok ga ngaret. Seperti biasa, pramugari memperagakan prosedur keamanan. Peragaannya sendiri sih ga masalah, toh banyak orang yang tidak bisa lihat dengan jelas karena memang nggak bisa lihat dengan jelas, pandangan terhalang kursi, atau memang sengaja tidak melihat *males ah! udah biasa lihat juga* Tapi ada yang lucu, prosedur itu dibacanya lambaaaaaaaaaaaat banget, nadanya aneh pula. Alhasil saya merasa si mbak pramugari ngebaca safety and emergency procedurenya kaya presenter-presenter infotaintment. Mungkin memang mbak pramugarinya suka nonton infotainment. Herannya, ndilalah'e baca yang english version kok normal-normal aja. Untung deh! Kalau bacanya pake nada infotaintment sih bisa-bisa saya sakit perut karena terpingkal-pingkal di dalam pesawat.

Flight malam ini benar-benar special. Turbulensi menemani perjalanan kami. Yang menurut versi orang-orang menakutkan adalah pada saat setelah take-off, setelah tanda memasang sabuk tangan dimatikan yang tak beberapa lama kemudian dinyalakan kembali. Feels like the plane is "falling" out of the sky sampai-sampai tetangga saya menyebutkan astaghfirullah!. Saya sih tenang-tenang aja. Even, I feel excited. Serasa main mini rollercoaster, it's fun! Dalam hati saya menebak-nebak, apakah nanti bisa seseru atau lebih seru dari guncangan yang baru saja ini?

Nah, yang satu ini bener-bener ga penting, a bit annoying, tapi nggak apa-apa deh buat lucu-lucuan. Mbak-mbak pramugari pada ngobrol kenceng abis di ruang belakang. Kebayang dong orang-orang yang tadinya tidur sampai terbangun gara-gara mbak-mbak ini arisan. Kita yang duduk di belakang sampai komentar... "ini mbak-mbak suaranya kenceng bener ya."; "Kok ngga jualan makanan/minuman/souvenir pesawat yah?"; "Ngga pake toa aja sekenceng ini, kalo pake toa kaya apa ya?"; dan komentar-komentar sejenis. Bukan cuma ngobrol, mereka juga tertawa cekikikan nggak jelas. Saya sempat mendengarkan obrolan mereka yang tidak usah pakai usaha berkonsentrasi untuk mendengarkan saja pasti sudah terdengar jelas oleh seseorang yang berpendengaran normal. Jadi, ada 1 mbak pramugari cerita tentang kalau nggak salah menerima SMS dari cowok yang saya tidak tahu itu pacar, gebetan, atau bahkan penggemarnya. Saya sudah lupa apa isi pesannya, kalau nggak salah sih ada kata "kangen" atau "sayang". Yang saya masih ingat adalah mbak pramugari ngomong "he-he".. soalnya, dalam pesannya, si cowo nulis "hehe". Pokoknya bener-bener obrolan yang nggak ada penting-pentingnya buat penumpang deh!

Akhirnya pesawat mendarat pada pukul 19:45. Emang dasar penumpang Indonesia itu budeg (:membudegkan diri), pokoknya asal pesawat sudah menyentuh tanah, mau si pesawat masih jalan pelan-pelan pas parkir dan pilot/pramugari sudah ngobrol kalau handphone jangan dinyalakan dan sabuk pengaman jangan dilepas sebelum tanda lampu dimatikan, si penumpang ga mau tau. Serentak HP yang baru saja dinyalakan bersahut-sahutan diiringi bunyi "klik-klik" sabuk-sabuk pengaman yang dilepas secara prematur itu. Yang kadang bikin jengkel itu orang Indonesia pada nggak mau antri. Ambil carry-on luggage nya terasa sangat tergesa-gesa dan nggak mau kalah dari yang lain. Mungkin takut barangnya hilang ya. Turunnya dari pesawatnya tidak mau kalah dari yang lain juga. Maunya turun duluan. Urutan yang seharusnya penumpang yang duduk paling dekat dengan pintu keluar diutamakan untuk keluar dahulu jarang sekali dijalankan. Hello!?? Untung nggak semua orang budeg dan ga tau diri...

I'm so happy when I reached home! Chico dan tenten menyambut dengan antusias. Sampai-sampai saya nungging karena ditubruk tenten. *uyel-uyel chico, bantal-gulingan tenten*